Sunday, November 10, 2013

Mencintai Karena Allah

Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, Sholawat dan salam tercurah kepada junjungan kita Rasulullah , Muhammad Sholallahu’alayhi wassalam, keluarga beliau, para sahabat beliau, para ulama dimasa lalu dan masa sekarang yang berjalan dengan tuntunan beliau, dan seluruh kaum muslimin dimanapun berada, yang menjadi manusia-manusia akhir zaman, yang berhadapan dengan bermacam-macam ideologi “gila” dari segala penjuru, sekulerisme, pluralisme, liberalisme, materialisme, atheisme, dsbnya baik dalam rupanya yang “lembut” sampai kepada rupanya yang “kasar”, yang berusaha menjauhkan seorang muslim dari identitas yang sebenarnya. Alhamdulillah..kita masih ditakdirkan Allah Subhanahu wata’ala sebagai seorang muslim, dan semoga dimudahkan untuk melihat yang benar itu benar dan yang salah itu salah.

Agama Islam yang kita yakini adalah agama fitrah. Dien ini ada karena kehendak Allah Subhanahu wata’ala kecintaanNya kepada kita. Tidaklah Allah Subhanahuwata’ala mengabarkan sebuah larangan kecuali tersimpan dibaliknya keburukan-keburukan yang dapat merendahkan manusia, menyusahkan manusia, merusak manusia, bahkan menghancurkan manusia dan lingkungannya. Dan tidaklah Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan sesuatu kepada kita kecuali ianya untuk memuliakan manusia, memudahkan manusia, memperbaiki manusia, bahkan memberi manfaat yang sangat besar kepada manusia dan lingkungannya.

Allah Subhanahu wata’ala juga telah menurunkan seorang manusia yang sempurna, pengemban pertama dan utama risalah dinul Islam ini, figur nyata bagaimana mengimplementasi tuntunan Al Quran, tauladan yang tiada tandingannya, yang tidak berbicara kecuali dengan kejujuran dan kebaikan, dsbnya. Mencintai Allah Subhanahu wata’ala, berarti mencintai Rasulullah Sholallahu’alayhi wassalam, dan mencintai seseorang karena Allah, berarti menjaga kesesuaian cinta itu dengan tuntunan Allah Subhanahu wata’ala serta tuntunan Rasulullah Sholallahu’alayhi wassalam.

Berbicara tentang perasaan cinta, tidak ada yang berbeda antara mereka yang beriman dan mereka yang tidak beriman. Fitrah manusia untuk mencintai dan dicintai dikaruniakan Allah Subhanahu wata’ala bagi setiap manusia. Fitrah manusia untuk saling merindui, berkasih sayang, merasakan sentuhan, .. dsbnya juga adalah fitrah manusia yang telah Allah tetapkan dan mesti dipenuhi. Tetapi penyikapan dan pemenuhan fitrah tadi, seharusnyalah dalam koridor keimanan kita kepada Allah Subhanahu wata’ala. Itulah kenapa ketika
kita mengetahui bahwa Islam memberi batasan-batasan yang ketat dalam kaitannya dengan cinta pra nikah ini, kita berusaha untuk memenuhinya, karena inilah bentuk cinta Allah Subhanahu wata’ala yang sangat mengetahui tentang karakter ciptaanNya dari ciptaanNya itu sendiri.

Apakah sama keadaannya antara orang yang sekedar ‘mengakui’ adanya Tuhan dengan orang yang berkata “kami telah beriman” ? Tidak!, karena konsekuensi perkataan “kami telah beriman” itu akan mendatangkan ujian demi ujian yang jika seseorang itu sabar(menyelesaikan ujian tersebut dengan sikap yang terbaik dan pilihan2 positif serta ikhlash), maka ia akan beroleh nikmat yang berlipat-lipat dari Allah Subhanahu wata’ala. Lain halnya dengan orang yang sekedar ‘mengakui’ adanya Tuhan tetapi tidak beriman..beribu-ribu kalipun ia berbuat baik, tetapi perbuatan itu tidak akan ada nilainya disisi Allah.

Begitu juga dengan keadaannya dengan orang yang jatuh cinta, apakah sama keadaannya orang yang hanya mengatakan ‘aku cinta padamu’ tanpa ia menikahinya, dengan orang yang berkata ‘aku mencintaimu’ dengan pendahuluan ta’aruf yang syar’i dan disahkan dalam pernikahan? Tidak!Karena bagi 2 orang yang saling mencintai dan menjaganya hingga masuk ke dalam gerbang pernikahan, maka mulai dari pernyataan cintanya, berpegangan tangannya, saling menatapnya, dsbnya bernilai pahala dan menggugurkan dosa. Sedangkan pada kondisi yang pertama, hal itu justru akan menghilangkan malu(baca: tanda2 keimanan seseorang) diantara kedua insan lain jenis itu sedikit demi sedikit, silaki-laki akan memandang si gadis dengan berulang-ulang, si laki-laki akan mencari cara untuk memegang tangannya, dan seterusnya yang tidak lain semua itu adalah zina-zina kecil, penghulu terjadinya zina yang besar, na’udzubillah.

Katakanlah sekarang banyak yang berpacaran dibandingkan yang tidak, atau bahkan pelakonnya seorang kiayi sekalipun, atau seorang profesor sekalipun, dll, hal itu tidak menjadi ukuran bahwa pacaran itu kemudian menjadi benar. Karena kebenaran dan kemaksiatan itu diukur kesesuaiannya dengan tuntunan yang ada di dalam Al Quran dan Sunnah. Wallahu’alam.

wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Sumber:http://pacaranislamikenapa.wordpress.com/2008/07/06/mencintai-karena-allah/

No comments:

Post a Comment